Minggu, 16 September 2012

Tanaman Penutup Tanah

Tanaman penutup tanah adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman  kerusakan oleh  erosi dan / atau untuk memperbaiki sifat kimia dan sifat fisik tanah.
Tanaman penutup tanah berperan: 
(1) menahan atau mengurangi daya perusak butir-butir hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah,
(2) menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh, dan 
(3) melakukan transpirasi, yang mengurangi kandungan air tanah. Peranan tanaman penutup tanah tersebut menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga mengurangi erosi.
Tumbuhan atau tanaman yang sesuai untuk digunakan sebagai penutup tanah dan digunakan dalam sistem pergiliran tanaman harus memenuhi syarat-syarat (Osche et al, 1961): 
(a) mudah diperbanyak, sebaiknya dengan biji, 
(b)  mempunyai sistem perakaran yang tidak menimbulkan kompetisi berat bagi tanaman pokok, tetapi mempunyai sifat pengikat tanah yang baik dan tidak mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang tinggi, 
(c) tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun, 
(d) toleransi terhadap pemangkasan, 
(e) resisten terhadap gulma, penyakit dan kekeringan, 
(f) mampu menekan pertumbuhan gulma, 
(g) mudah diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman semusim atau tanaman pokok lainnya, 
(h) sesuai dengan kegunaan untuk reklamasi tanah, dan 
(i) tidak mempunyai sifat-sifat yang tidak menyenangkan seperti duri dan sulur-sulur yang membelit.
Tanaman penutup tanah atau tanaman pembantu dapat digolongkan dalam (Osche et al 1961):

Tanaman penutup  tanah rendah

Tanaman penutup tanah rendah terdiri dari jenis rumput-rumputan  dan tumbuhan merambat atau menjalar:
  • Dipakai dalam pola pertanaman rapat: Calopogonium muconoides Desv, Centrosema pubescens Benth, Mimosa invisa Mart, Peuraria phaseoloides Benth.
  • Digunakan dalam pola pertanaman barisan: Eupatorium triplinerve Vahl (daun panahan, godong, prasman, jukut prasman), Salvia occidentalis Schwartz (langon, lagetan, randa nunut), Ageratum mexicanum Sims.
 
  • Digunakanuntuk penguat teras dan saluran-saluran air: Althenanthera amoena Voss (bayem kremah, kremek), Indigofera endecaphylla jacq (dedekan), Ageratum conyzoides L (babandotan), Erechtites valerianifolia Rasim (sintrong), Borreria latifolia Schum (bulu lutung, gempurwatu), Oxalis corymbosa DC, Brachiaria decumbens, Andropogon zizanoides (akar wangi), Panicum maximum (rumput benggala), Panicum ditachyum (balaban, paitan), Paspalum dilatum (rumput Australia), Pennisetum purpureum (rumput gajah) .
 
  Tanaman Penutup Tanah sedang (perdu)
  • Dipakai dalam pola pertanaman teratur di antara baris tanaman pokok: Clibadium surinamense var asperum baker, Eupatorium pallessens DC (Ki Dayang, Kirinyuh)
 
  • Digunakan dalam pola pertanaman pagar: Lantana camara L (tahi ayam, gajahan, seruni), Crotalaria anagyroides HBK, Tephrosia candida DC, Tepherosia vogelii, Desmodium gyroides DC (kakatua, jalakan). Acacia villosa Wild (lamtoro merah), Sesbania grandiflora PERS (turi), Calliandra calothyrsus Meissn (kaliandra merah), Gliricidia maculata (johar cina, gamal), Flemingia congesta Roxb, Crotalaria striata DC., Clorataria juncea, L. Crotalaria laurifolia Poir (urek-urekan, kacang cepel),  Cajanus cajan Nillst (kacang hiris, kacang sarde)  dan Indigofera arrecta Hooscht.
  •  

Orok-Orok Pengganti Pupuk Buatan

Tanaman orok-orok seringkali dibuang oleh para petani karena dianggap sebagai tanaman pengganggu atau gulma. Padahal pada tanaman orok-orok mempunyai bintil-bintil yang di dalamnya terdapat bakteri endofilik yang mampu mengikat nitrogen (N2) di udara. Nitrogen tersebut mampu menyuburkan tanah sehingga dapat mengurangi penggunaan pupuk buatan.
Demikian disampaikan Mahasiswa Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Liana dan Muhammad Ilham, di Kampus Terpadu UMY Rabu (10/2) ketika menjelaskan penelitian yang dilakukan bersama tiga mahasiswa Agroteknologi yang lain yaitu Permana Endivia Tiara Putri, Sapto Nugroho serta Rini Kusumaastuti. Penelitian tersebut mengenai ‘Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Endofilik Penambat N2 pada Kompos Orok-Orok untuk Meningkatkan Produktifitas Padi’.
Menurut mereka, penggunaan pupuk buatan dalam jangka panjang dapat menyebabkan hilangnya unsur-unsur hara dalam tanah. “Berkurangnya unsur-unsur hara dapat menyebabkan tanah hilang kesuburannya. Selain itu penggunaan pupuk buatan dalam jangka panjang dapat menyebabkan tanah menjadi keras.” urai Liana.
Lebih lanjut Liana menjelaskan penelitian mereka untuk menentukan bakteri endofilik jenis apa yang paling baik dalam menyuburkan tanah. “Ada berbagai jenis bakteri endofilik dan kami ingin mengetahui jenis bakterinya.”tuturnya.
Ilham menambahkan, penelitian tersebut dimulai dengan pembuatan kompos. Pembuatan kompos dilakukan dengan cara mengambil daun, batang yang masih muda, bunga serta akar pada tanaman orok-orok. Bahan-bahan tersebut kemudian dicacah.
“Selanjutnya menyiapkan bekatul, kapur untuk menetralkan PH, penambahan sukrosa atau dapat menggunakan gula pasir serta ditambah dengan bakteri untuk mempercepat proses pembusukan yaitu EM4. Campuran bekatul, kapur, sukrosa tersebut kemudian digabung dengan cacahan tanaman orok-orok. Langkah terakhir dalam pembuatan kompos tersebut, mendiamkan selama 1-2 minggu dengan setiap 3 hari sekali membolak-balikkan adonan kompos untuk mempercepat pembusukan.”papar Ilham.
Setelah membuat kompos untuk menentukan jenis bakterinya, kompos yang sudah jadi, diambil sebagian kira-kira lima gram dilarutkan dalam air kemudian diteliti lebih lanjut lagi. Setelah bakteri sudah ditentukan langkah selanjutnya dengan menggunakannya pada tanaman padi. Padi ditanam pada media pasir bukan tanah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi banyaknya jenis bakteri dari tanah yang bisa mempengaruhi penelitian yang dilakukan. Setelah hasil penelitian tersebut diketahui kemudian akan dibuat laporan mengenai bakteri-bakteri endofilik tersebut.
“Penelitian tersebut terkait dengan isolasi dan karakterisasi. Dimana isolasi yaitu menyendirikan bakteri endofilik untuk diketahui jenisnya. Sedangkan karakterisasi yaitu penelitian untuk mengetahui karakter dari bakteri tersebut. Misalnya warnanya, jenisnya, maupun sifat-sifat bakteri tersebut,”pungkasnya.
Penggunaan kompos orok-orok dapat dimanfaatkan sebagai alternatif penggunaan pupuk. Nantinya penggunaan pupuk buatan dapat dikurangi atau bahkan dapat digantikan pupuk kompos orok-orok.
“Penggunaan orok-orok tersebut juga dilakukan sebagai bentuk memaksimalkan pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada. Terlebih orok-orok merupakan tanaman yang mudah didapat. Nantinya penelitian ini dapat direkomendasikan kepada para petani. Sehingga penggunaan pupuk buatan dapat dikurangi tetapi produksi padi tetap tinggi selain itu unsur-unsur hara dalam tanah tidah hilang dan tanah tetap terjaga kesuburannya.” tambahnya.
Sementara itu terkait dengan pemanfaatan orok-orok yang bisa dilakukan para petani, Liana dan Ilham menuturkan bahwa para petani dapat membuat kompos untuk mempraktekkannya. Tanpa harus melakukan serangkaian cara yang mereka lakukan. “Penelitian yang kami lakukan adalah untuk menentukan jenis bakteri. Sedangkan jika ingin mempraktekkan manfaat langsung dari kompos orok-orok maka dapat dilakukan dengan membuat kompos orok-orok untuk menyuburkan tanah. Karena orok-orok mampu memperbaiki struktur serta menyuburkan tanah,” tandas Liana. 

Sumber : http://www.umy.ac.id/orok-orok-pengganti-pupuk-buatan.html

EFEKTIFITAS VEGETATIF DALAM KONSERVASI TANAH DAN AIR PADA SUATU DAS

Oleh: Suhardi, A262030061/DAS, E-mail: suhardidas@yahoo.com


Abstract
Soil and water conservation by vegetation represent crop management technology in the form of bush or tree, good in the form of annual crop and also the crop one year and grass. This technological often allied with soil and water conservation action in management. Use vegetation target that is besides can of soil and water conservation, also earn reclamation of land from damage of effect erosion, beside own economic value especially from system agroforestry. Vegetation can enlarge to infiltration and evapotranspiration so that the rain which fall only a few becoming surface stream resulting erosion and floods but will become ground water so that the availability irrigate during the year at one particular watershed more well guaranted. Vegetation in the form of forest crop very effective in improving existence of river stream continually with debit 2,5 bigger times compared to by watershed in agriculture region. Beside that, forest also can minimize erosion till only 0,4 tons/ha/yr. Keywords : Vegetation, Conservation, and Watershed.
A. Pendahuluan
Dalam rangka pembangunan pertanian berkelanjutan, maka pengelolaan lahan harus menerapkan suatu teknologi yang berwawasan konservasi. Suatu teknologi pengelolaan lahan yang dapat mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan bilama memiliki ciri seperti : dapat meningkatkan pendapatan petani, komoditi yang diusahakan sesuai dengan kondisi bio fisik lahan dan dapat diterima oleh pasar, tidak mengakibatkan degradasi lahan karena laju erosi kecil, dan teknologi tersebut dapat diterapkan oleh masyarakat (Sinukaban, 1994). Ada beberapa teknologi untuk merehabilitasi lahan dalam kaitannya dengan pembangunan yang berkelanjutan (Sinukaban, 2003) yaitu :
a. Agronomi yang meliputi teknis agronomis seperti TOT, minimum tillage, countur farming, mulsa, pergiliran tanaman (crop rotation), pengelolaan residu tanaman, dll.
b. Vegetatif berupa agroforestry, alley cropping, penanaman rumput.
c. Struktur/konstruksi yaitu bangunan konservasi seperti teras, tanggul, cek dam, Saluran, dll.
d. Manajemen berupa perubahan penggunaan lahan. Tanah dengan penutup tanah yang baik berupa vegetasi, mulsa residu tanaman akan memperkecil erosi dan run off. Harsono (1995), lahan tertutup dengan hutan, padang rumput dapat mengurangi erosi hingga kurang dari 1% dibandingkan dengan tanah terbuka.
Permukaan tanah dengan penutupan yang baik dapat berdampak terhadap :
  • Menyediakan cadangan air tanah
  • Memperbaiki/menstabilkan struktur tanah,
  • Meningkatkan kandungan hara tanah, sehingga lebih produktif
  • Mempertahankan kondisi tanah dan air.
  • Memperbaiki ekonomi petani.
Teknologi vegetatif (penghutanan) sering dipilih karena selain dapat menurunkan erosi dan sedimentasi di sungai-sungai juga memiliki nilai ekonomi (tanaman produktif) serta dapat memulihkan tata air suatu DAS (Hamilton, et.al., 1997).

B. Apakah Vegetatif Dapat Mengkonservasi Tanah dan Air?
Teknik konservasi tanah dan air dapat dilakukan secara vegetatif dalam bentuk pengelolaan tanaman berupa pohon atau semak, baik tanaman tahunan maupun tanaman setahun dan rumput-rumputan. Teknologi ini sering dipadukan dengan tindakan konservasi tanah dan air secara pengelolaan.(Sinukaban, 2003). Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat :
  1. memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah,
  2. penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi,
  3. disamping itu dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi.
Fungsi lain daripada vegetasi berupa tanaman kehutanan yang tak kalah pentingnya yaitu memiliki nilai ekonomi sehingga dapat menambah penghasilan petani (Hamilton, et.al., 1997). Baker (1956) dalam Foth (1995), membedakan efek penutup tanah menjadi lima kategori :
  1. Intersepsi terhadap curah hujan
  2. Mengurangi kecepatan run off
  3. Perakaran tanaman akan memperbesar granulasi dan porositas tanah.
  4. Mempengaruhi aktifitas mikro organisme yang berakibat pada meninhkatkan porositas tanah.
  5. Transpirasi tanaman akan berpengaruh pada lengas tanah pada hari berikutnya.
Penelitian oleh Kelman (1969) dalam Hamilton, et.al., (1997) di Mount APO Mindanau pada kemiringan 20% mengenai erosi pada berbagai penutup tanah seperti pada Tabel 1.

Dari tabel di atas terlihat bahwa erosi meningkat secara eksponensial dengan berkurangnya penutupan tanah. Pengelolaan tanaman penutup tanah secara intercropping dengan tanaman pohon dapat mengurangi erosi. Chang dan Cheng (1974) dalam Hamilton, et.al., (1997) meneliti tentang intercropping tanaman penutup tanah dengan citrus. Tanaman penutup tanah meliputi : Centrosema, Indegofera, Bahia grass, Guinea grass, Summer soy bean, Rice straw mulch. Hasilnya menunjukkan bahwa Bahia grass, Guinea grass dan Rice Straw mulch sangat efektif sekali untuk mencegah erosi dan run off. Pengaruh berbagai penutup tanah, praktek-praktek pengelolaan penutup tanah dan praktek konservasi terhadap erosi pada perkebunan pisang dengan kemiringan yang cukup di Taiwan dipelajari oleh Wang dkk (1970) dan Cang (1970). Wang mendapatkan bahwa barier rumput atau jalur-jalur mulsa mengurangi run-off. Tanpa adanya mulsa penutup tanah dengan indegofera atau bahia grass adalah sangat efektif dalam mengurangi run-off dan erosi. Florideo (1981) dalam Hamilton, et.al., (1997)mengamati bahwa pemangkasan selektif terhadap kelebatan pohon sebesar 40 % tidak menimbulkan erosi yang berarti. Akan tetapi penebangan hutan dimana pohon-pohonnya ditarik keluar akan menimbulkan erosi tanah C. Bagaimana Vegetatif Dapat Berfungsi Sebagai Konservasi Tanah dan Air? Vegetatif dapat berfungsi dalam konservasi tanah dan air karena ia memiliki beberapa manfaat yang mendukung terciptanya pertanian berkelanjutan. Menurut Hamilton (1997), bahwa vegetatif memeliki beberapa manfaat yang merupakan ciri pertanian berkelanjutan seperti konservasi, reklamasi dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
1. Aspek Konservasi
Aspek konservasi berupa konservasi tanah dan air melalui peningkatan infiltarasi, sehingga cadangan air tanah tersedia dan dapat mencegah terjadinya erosi baik oleh air karena aliran permukaan, maupun akibat angin dan salinasi. Menurut Mawardi (1991) bahwa secara umum infiltarasi dipengaruhi oleh:
  1. intensitas hujan atau irigasi,
  2. kandungan lengas tanah, dan
  3. faktor tanah.
Faktor tanah merupakan sifat internal tanah dan sifat lain yang dipengaruhi oleh cara pengelolaan tanah. Pengelolaan tanah dapat mempengaruhi struktur tanah, keadaan dan bentuk permukaan tanah serta keadaan tanaman. Penutupan tanah dengan vegetasi dapat meningkatkan infiltrasi karena perakaran tanaman akan memperbesar granulasi dan porositas tanah, disamping itu juga mempengaruhi aktifitas mikroorganisme yang berakibat pada meningkatkan porositas tanah (Harsono, 1995). Selanjutnya air masuk melalui infiltrasi tetap tersimpan karena tertahan oleh tanaman penutup di bawahnya  atau sisa-sisa tanaman berupa daun yang sifatnya memiliki penutupan yang rapat sehingga menekan evaporasi. Demikian halnya dengan aspek konservasi tanah, vegetasi memiliki peranan penting karena dapat mengurangi peranan hujan dalam proses terjadinya erosi. Menurut Harsono (1995), bahwa proses terjadinya erosi oleh hujan sebagai berikut :
  1. Pelepasan butiran tanah oleh hujan.
  2. Transportasi oleh hujan
  3. Pelepasan (penggerusan/scouring) oleh run off.
  4. Transportasi oleh run off.
Menurut Sukirno (1995), bahwa usaha konservasi tanah pada hakekatnya adalah pengendalian energi dari akibat tetesan hujan maupun limpasan permukaan dalam proses terjadinya erosi. Prinsip pengendalian energi ini dengan usaha :
  1. Melindungi tanah dari prediksi pukulan air hujan (erosi percik), dengan tanaman penutup tanah.
  2. Mengurangi kecepatan energi kinetik tetesan air hujan, dengan tanaman pelindung, atau pelindung lainnya.
  3. Mengurangi energi kinetik limpasan permukaan.
2. Aspek Reklamasi.
Aspek reklamasi berupa perbaikan unsur hara dari proses dekomposisi dedaunan/serasah, sehingga dapat meningkatkan unsur N, K. Kerusakan lahan banyak diakibatkan oleh erosi berupa hilangnya tanah dengan kandungan bahan organik dan Nitrogen yang sangat merugikan teristimewa terhadap tanaman bijibijian bukan leguminosa. Penurunan Nitrogen tanah dapat diperbaiki dengan menggunaan pupuk Nitrogen, tetapi membutuhkan biaya yang besar. Namun  dengan adanya sisa-sisa tanaman yang telah mengalami perombakan secara ekstensif dan tanah sampai perubahan lebih lanjut yang dikenal dengan humus dapat memperbaiki kandungan Nitrogen, Kalium, Karbon, Pospor, Sulfur, Calsium, dan Magnesium. Secara skematis, mekanisme pembentukan humus dalam perombakan sisa-sisa tanaman dalam tanah (Foth, 1995) seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Mekanisme pembentukan humus.
Gambar 1. Mekanisme pembentukan humus.
Humus mengabsorbsi sejumlah besar air dan menunjukkan ciricirinya untuk mengembang dan menyusut. Humus merupakan faktor penting dalam pembentukan struktur tanah. Humus mempunyai ciri-ciri fisik lain dan sifat fisikokimia yang menjadikan humus merupakan unsur pokok tanah yang bernilai tinggi.

3. Aspek Ekonomi.
Dimana tanaman vegetasi penutup berupa tanaman agroforestri yang dikembangkan memiliki kontribusi produksi yang nyata sehingga dapat meningkatkan taraf kehidupan petani. Agroforestri memiliki fungsi ekonomi bagi suatu masyarakat. Peran utama bagi petani bukan hanya produksi bahan pangan melainkan juga sebagai sumber penghasil pemasukan uang dan modal. Pendapatan petani dari system agroforestri umumnya dapat menutupi kebutuhan sehari-hari dari hasil panen secara teratur seperti lateks, damar, kopi, kayu manis dan lain-lain. Selain itu juga dapat membantu menutupi pengeluaran tahunan dari hasil panen secara musiman seperti buah-buahan, cengkeh, pala dan lain-lain. Komoditas lainnya berupa kayu juga dapat menjadi sumber uang cukup besar meskipun tidak tetap, dan dapat dianggap sebagai cadangan tabungan untuk kebutuhan mendadak.
Meskipun tidak memungkinkan akumulasi modal secara cepat dalam bentuk syste-aset yang dapat segera diuangkan, namun diverifikasi tanaman merupakan jaminan petani terhadap ancaman kegagalan panen salah satu jenis tanaman atau resiko perkembangan pasar yang sulit diperkirakan. Jika terjadi kemerosotan harga suatu komoditas, spesies ini dapat dengan mudah ditelantarkan, hingga suatu saat pemanfaatannya kembali menguntungkan. Proses tersebut tidak menyebabkan gangguan ekologi terhadap system ini, dan bahkan komoditas tersebut akan tetap hidup dalam struktur kebun dan siap untuk dipanen sewaktu-waktu. Sementara komoditas lainnya tetap akan ada yang dapat dipanen, bahkan komoditas baru dapat diintroduksi tanpa merombak system produksi yang ada.

D. Untuk Apa Vegetatif Dikembangkan pada Suatu DAS?
Teknologi vegetatif tepat diterapkan pada suatu DAS dengan distribusi debit sungai yang tidak seragam. Artinya perbedaan antara debit puncak dan aliran dasar sangat besar. Percobaan yang pernah dilakukan di Indonesia berupa membandingkan DAS untuk pertanian, dengan satu 25 % wilayahnya dihutankan kembali, dan yang lain lagi 100 % dihutankan kembali dengan Pinus mercusii, Tectona gandis, Swetenia macrophylla dan Eucalyptus alba.
Hasil dilaporkan bahwa, daerah yang dihutankan kembali aliran sungainya secara terus-menerus dalam musim kering yang besarnya 2,5 kali lipat dari aliran sungai yang berasal dari DAS untuk pertanian (Hamilton, et.al., 1997). Selanjutnya Hamilton, et.al., (1997), melaporkan pula bahwa dengan penanaman hutan mengakibatkan volume aliran mendadak yang agak lebih rendah, penurunan nyata dalam debit puncak, serta penundaan waktu tercapainya puncak yang nyata.
Percobaan Pine Tree Branch yang dilaksanakan antara tahun 1941-1960  tidak hanya menunjukkan penurunan yang besar dalam puncak musiman tertinggi, tetapi juga penurunan dalam pelepasan aliran puncak dari badai sebelum dan sesudah penanaman yang sebanding yang meliputi seluruh kisaran keadaan lengas, intensitas curah hujan dan musim (Tennesse Valley Athority, 1962 dalam Hamilton, et.al., 1997). Sebagai contoh, waktu yang diperlukan oleh 20 dan 95 persen air yang jatuh untuk mengalir ke luar dari daerah tampung masing-masing menjadi lebih lama kira-kira 5-18 kali, dan penurunan debit puncak antara 92-97 % dalam musim pertumbuhan dan 71-92 % dalam musim dorman.
Demikian halnya dengan hasil penelitian Tsukamoto yang dilaporkan pada tahun 1981 menunjukkan bahwa di Jepang debit puncak dari DAS yang gundul adalah 1,4 kali lebih besar daripada DAS yang dihutankan kembali. Hutan yang tidak terganggu merupakan penutup tanah yang baik terhadap erosi. Sedimen yang tersuspensi pada 250 juta hektar hanya terjadi sebesar 0,4 ton/ha/thn (Pauler dan Heady, 1981 dalam Hamilton, et.al., 1997). Pada hutan sekunder sedimen hanya terjadi sebesar 1,19 ton/ha/thn. Anderson (1978), mengamati bahwa erosi meningkat sebagai akibat hutan yang terbakar, sedimen terjadi sebesar 3,12 ton/ha/thn atau 5-8 kali daripada hutan yang tidak terganggu di DAS Oregon USA.

E. Penutup
Pengelolaan secara vegetatif merupakan salah satu teknologi konservasi tanah dan air dalam rangka menuju pertanian berkelanjutan. Teknologi ini dapat memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dan penutupan lahan sehingga dapat meningkatkan infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi, memperbaiki hara tanah serta memiliki nilai ekonomi. Teknologi ini tepat diterapkan pada suatu DAS dengan distribusi aliran yang memiliki perbedaan yang cukup besar antara volume aliran puncak dan aliran dasar. Karena dengan menghutankan suatu DAS, maka aliran sungainya secara terus menerus dalam musim kering besarnya mencapai 2,5 kali lipat dari aliran sungai yang berasal dari DAS yang tidak berhutan.
Hutan yang tidak terganggu merupakan penutup tanah yang baik terhadap erosi. Sedimen yang tersuspensi pada 250 juta ha hanya terjadi sebesar 0,4 ton/ha/thn. Namun pada hutan yang terbakar mengakibatkan erosi meningkat, demikian halnya dengan sedimen terjadi sebesar 3,12 ton/ha/thn atau 5-8 kali daripada hutan yang tidak terganggu.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1986. Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi tanah. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Foth, H.D., 1995. Dasar-dasar Ilmu Tanah. (Fundamentals of Soil Science). Gadjah Mada Univesity Press. Yogyakarta.
Hamilton, L.S. dan P.N.King, 1997. Daerah Aliran Sungai Hutan Tropika (Tropical Forested Watersheds). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Harsono, 1995. Hand Out Erosi dan Sedimentasi. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Mawardi, M., 1991. Hand Out Hidrologi Pertanian. Program Studi Mekanisasi Pertanian Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sinukaban, N. 1994. Membangun Pertanian Menjadi Lestari dengan Konservasi. Faperta IPB. Bogor.
Sinukaban, N., 2003. Bahan Kuliah Teknologi Pengelolaan DAS. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sukirno, 1995. Hand Out Teknik Konservasi Tanah. Program Studi Teknik Pertanian Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Arachis Pintoi

Gulma dan menurunnya kesuburan tanah menjadi permasalahan utama bagi petani kopi di Sumberjaya, terutama pada kebun-kebun kopi naungan sederhana dan kebun kopi muda. Petani harus mengeluarkan biaya untuk pembersihan gulma dan menyediakan pupuk agar tanahnya kembali subur. Untuk mengatasi dua masalah ini, para petani kopi di Sumberjaya bersama World Agroforestry Centre (ICRAF) berupaya mencari metode yang lebih menguntungkan secara ekonomi dan ekologis.
Memanfaatkan Arachis pintoi—lebih dikenal sebagai “pintoi” di kalangan petani—kemudian menjadi pilihan bersama. Tanaman sejenis kacang-kacangan ini diperkenalkan oleh ICRAF yang bekerja sama dengan Balai Penelitian Tanah (BPT) Bogor, sebagai sarana konservasi tanah sekaligus untuk menekan pertumbuhan gulma. Kedua lembaga ini mengajak petani berdiskusi mengenai penurunan kesuburan tanah dan pertumbuhan gulma yang terjadi di kebun kopinya.
Selanjutnya para petani diajak berkunjung ke daerah lain yang telah mempraktikkan penanaman A. pintoi, yaitu kebun percobaan Lembaga Penelitian Kopi serta kebun lada yang ada di Lampung Barat. Setelah kunjungan tersebut, 50 orang petani tertarik untuk menanam A. pintoi di kebun kopinya. Antusiasme  petani ini pun disambut ICRAF dan BPT Bogor dengan memberikan bantuan, berupa bibit A. pintoi dan biaya perawatan.
Waktunya Pembuktian
Ada ungkapan yang menyebutkan, “petani tidak perlu janji, tetapi perlu bukti”. Setelah menanam A. pintoi di kebun kopinya, petani dapat melihat sendiri bahwa gulma tidak tumbuh lagi, terutama alang-alang yang sangat sulit dibersihkan.
A. pintoi menghambat pertumbuhan alang-alang karena penutupan permukaan tanah oleh tanaman ini menghalangi sinar matahari yang diperlukan rimpang alang-alang untuk tumbuh dan berkembang. Tanaman yang bisa tumbuh di tempat teduh dan tahan terinjakinjak ini juga seringkali menang ketika bersaing dengan gulma untuk memperoleh air dan hara. Dengan A. pintoi, selain mengurangi risiko penggunaan herbisida, petani tak perlu lagi meluangkan waktu atau mengeluarkan biaya untuk membersihkan gulma.
A. pintoi yang tumbuh di kebun kopi mampu menutupi permukaan tanah sehingga tanah terjaga kelembabannya, tidak terkikis dan terbawa aliran air ketika hujan. Tanaman ini juga menambah unsur hara tanah melalui kemampuannya mengikat nitrogen dari udara. A. pintoi menyediakan tempat bagi mikroorganisme pengikat fosfor, yang juga membantu proses pelapukan daun dan batangnya. Oleh karenanya, serasah A. pintoi merupakan sumber makanan dan tempat hidup hewan tanah yang berguna dalam pelapukan bahan-bahan organik. Petani juga dapat memanfaatkan A. pintoi untuk makanan ternak, seperti kambing, domba, sapi, dan kerbau. Tanaman yang tidak dapat tumbuh tinggi (maksimal 30 cm) dan dapat diperbanyak dengan stek batang ini bisa menghasilkan hijauan ternak yang cukup bernutrisi.

Pendapat Petani versus Hasil Penelitian
Setelah penanaman A. pintoi di kebun kopi petani berjalan selama tiga tahun, ternyata muncul dua pendapat berbeda di kalangan petani. Dari 50 petani yang berpartisipasi, delapan petani tidak menerapkan lebih lanjut penanaman A. pintoi dengan alasan, mengubah kebun kopi menjadi kebun sayur (1 petani), menjual kebunnya (3 petani), dan merasa bahwa A. pintoi menyulitkan ketika musim panen, karena buah kopi yang jatuh di antara tanaman ini sulit ditemukan, di samping mereka juga menginginkan kebun kopi yang benar-benar bersih dari tanaman lain (4 petani). Sisanya, sebanyak 42 petani mengadopsi metode ini lebih lanjut, antara lain dengan cara mengaplikasikan A. pintoi di kebun lain miliknya, menyebarkan informasi dan manfaatnya ke petani lain, bahkan memberikan bibit ke petani lain untuk ditanam.
Pak Baridi, salah satu petani dari Desa Simpang Sari mengatakan, “Saya mendapatkan banyak pengetahuan dari para peneliti yang datang ke sini, seperti pemanfaatan A. pintoi sebagai tanaman penutup tanah. Awalnya masyarakat di Sumberjaya belum mengetahui manfaat tanaman ini. Namun atas masukan para peneliti, beberapa dari kami mencoba mempraktikkannya di sebuah lahan kecil. Hasilnya terbukti bagus dan mudah dipraktikkan. Kemudian kami mencoba menerapkannya di kebun.
Sayangnya, tidak semua petani di sini percaya dan yakin akan manfaat tanaman tersebut karena mereka belum mempraktikannya sendiri. Sebagian petani tertarik setelah melihat keberhasilan kami, kemudian ikut menerapkannya di lahan mereka.” Ternyata manfaat yang dikemukakan petani sejalan dengan hasil analisis yang dilakukan oleh para peneliti. Hasil analisis membuktikan bahwa di kebun kopi petani yang tidak ditanami A. pintoi terjadi kehilangan tanah akibat erosi sebanyak 10 kali lipat dibandingkan kebun yang ditanami. Hal ini dikarenakan akar A. pintoi dapat mencegah hanyutnya tanah oleh air dan angin. Daun-daunnya juga mengurangi kikisan tetesan air hujan. Bisa dibayangkan, betapa besar unsur hara yang hilang pada kebun yang tidak ditanami A. pintoi. Seiring hilangnya unsur hara, kesuburan tanah akan menurun dan akibatnya hasil panen pun berkurang.
Hasil Pembelajaran
Adanya perbedaan persepsi di antara petani setelah melakukan percobaan penanaman A. pintoi memberikan gambaran bahwa ada hal-hal yang perlu dipelajari dari proses adopsi suatu inovasi. Dengan mengajak petani melakukan penelitian di kebunnya, terlihat bahwa suatu inovasi akan lebih mudah diterima bila petani mendapat bukti nyata dari hasil percobaannya sendiri. Selain itu, petani yang mengadopsi perlu lebih diyakinkan dengan menyertakan bukti-bukti ilmiah berdasarkan hasil penelitian mengenai manfaat inovasi yang coba dikembangkan. Upaya ini perlu dilakukan agar mereka mengembangkan dan menyebarkan apa yang mereka peroleh ke petani lainnya.
Di samping itu, perlu juga dilakukan pendekatan kepada petani yang belum mengadopsi, untuk mengetahui alasan-alasan mengapa mereka tidak mengadopsi. Subekti Rahayu, World Agroforestry Centre (ICRAF), Jl. Cifor, Situ Gede, Sindang Barang, Bogor, Jawa Barat Telp: 0251- 625415, Fax: 0251- 625416, E-mail: s.rahayu@cgiar.org Referensi Mulyoutami, E, Stefanus, E, Schalenbourg, W, Rahayu, S and Joshi, L. 2004. Pengetahuan Lokal Petani dan Inovasi Ekologi dalam Konservasi dan Pengelolaan Tanah pada Pertanian Berbasis Kopi di Sumberjaya, Lampung Barat, Agrivita 26:98-107, 18 MARET 2007
Sumber: http://www.worldagroforestry.org/af1/index.php?id=20

Tanaman Penutup Tanah

Tanaman penutup tanah adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman  kerusakan oleh  erosi dan / atau untuk memperbaiki sifat kimia dan sifat fisik tanah.
Tanaman penutup tanah berperan: (1) menahan atau mengurangi daya perusak butir-butir hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah, (2) menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh, dan (3) melakukan transpirasi, yang mengurangi kandungan air tanah. Peranan tanaman penutup tanah tersebut menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga mengurangi erosi.
Tumbuhan atau tanaman yang sesuai untuk digunakan sebagai penutup tanah dan digunakan dalam sistem pergiliran tanaman harus memenuhi syarat-syarat (Osche et al, 1961): (a) mudah diperbanyak, sebaiknya dengan biji, (b)  mempunyai sistem perakaran yang tidak menimbulkan kompetisi berat bagi tanaman pokok, tetapi mempunyai sifat pengikat tanah yang baik dan tidak mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang tinggi, (c) tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun, (d) toleransi terhadap pemangkasan, (e) resisten terhadap gulma, penyakit dan kekeringan, (f) mampu menekan pertumbuhan gulma, (g) mudah diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman semusim atau tanaman pokok lainnya, (h) sesuai dengan kegunaan untuk reklamasi tanah, dan (i) tidak mempunyai sifat-sifat yang tidak menyenangkan seperti duri dan sulur-sulur yang membelit.
Tanaman penutup tanah atau tanaman pembantu dapat digolongkan dalam (Osche et al 1961):

Tanaman penutup  tanah rendah

Tanaman penutup tanah rendah terdiri dari jenis rumput-rumputan  dan tumbuhan merambat atau menjalar:
  • Dipakai dalam pola pertanaman rapat: Calopogonium muconoides Desv, Centrosema pubescens Benth, Mimosa invisa Mart, Peuraria phaseoloides Benth.

  • Digunakan dalam pola pertanaman barisan: Eupatorium triplinerve Vahl (daun panahan, godong, prasman, jukut prasman), Salvia occidentalis Schwartz (langon, lagetan, randa nunut), Ageratum mexicanum Sims.
  • Digunakanuntuk penguat teras dan saluran-saluran air: Althenanthera amoena Voss (bayem kremah, kremek), Indigofera endecaphylla jacq (dedekan), Ageratum conyzoides L (babandotan), Erechtites valerianifolia Rasim (sintrong), Borreria latifolia Schum (bulu lutung, gempurwatu), Oxalis corymbosa DC, Brachiaria decumbens, Andropogon zizanoides (akar wangi), Panicum maximum (rumput benggala), Panicum ditachyum (balaban, paitan), Paspalum dilatum (rumput Australia), Pennisetum purpureum (rumput gajah) .

Tanaman Penutup Tanah sedang (perdu)

  • Dipakai dalam pola pertanaman teratur di antara baris tanaman pokok: Clibadium surinamense var asperum baker, Eupatorium pallessens DC (Ki Dayang, Kirinyuh)
  • Digunakan dalam pola pertanaman pagar: Lantana camara L (tahi ayam, gajahan, seruni), Crotalaria anagyroides HBK, Tephrosia candida DC, Tepherosia vogelii, Desmodium gyroides DC (kakatua, jalakan). Acacia villosa Wild (lamtoro merah), Sesbania grandiflora PERS (turi), Calliandra calothyrsus Meissn (kaliandra merah), Gliricidia maculata (johar cina, gamal), Flemingia congesta Roxb, Crotalaria striata DC., Clorataria juncea, L. Crotalaria laurifolia Poir (urek-urekan, kacang cepel),  Cajanus cajan Nillst (kacang hiris, kacang sarde)  dan Indigofera arrecta Hooscht.

  • Penggunaan di luar areal pertanaman utama dan merupakan sumber pupuk hijau dan mulsa,  untuk penghutanan dan perlindungan dinding jurang: Leucaena glauca (L) Benth (pete cina, lamtoro, kemelandingan), Tithonia tagetiflora Desp, Graphtophyllum pictum Gries (daun ungu, handeuleum), Cordyline fruticosa Backer, Eupatorium riparium REG.

Tanaman penutup tanah tinggi atau tanaman pelindung

  • Digunakan dalam pola teratur di antara baris tanaman utama: Albizia falcata (sengon laut, jeunjing), Grevillea robusta A Cum, Pithecellobium saman benth (pohon hujan), Erythrina sp (dadap), Gliricidia sepium
  • Dipakai dalam barisan: Leucaena glauca atau Leucaena leucocephala
  • Penggunaan untuk melindungi jurang, tebing atau untuk penghutanan kembali: Albizia falcata dan Leucaena glauca, Albizia procera Benth, Acacia melanoxylon, Acacia mangium, Eucalyptus saligna, Cinchona succirubra, Gigantolochloa apus (bambu apus), Dendrocalamus asper, Bambusa bambos.

Tumbuh-tumbuhan bawah (undergrowth) alami pada perkebunan

Banyak usaha telah dilakukan pada beberapa perkebunana, terutama perkebunan karet, dalam memanfaatkan tumbuh-tumbuhan bawah alami untuk melindungi tanah.

Tumbuhan yang tidak disukai

Banyak tumbuhan  yang termasuk dalam tumbuhan pengganggu atau tidak disukai yang dapat berfungsi sebagai penutup tanah atau pelindung tanah terhadap ancaman erosi. Tumbuh-tumbuhan itu tidak disukai karena sifat-sifatnya yang merugikan tanaman pokok dan sulit diberantas atau dibersihkan  dari lahan usaha pertanian: Imperata cylindrica, Panicum repens (lampuyangan), Leersia hexandra (kalamento), Saccharum spontaneum (gelagah), Anastrophus compressus dan Paspalum compressum (tumput pahit).
Sumber bahan: Sitanala Arsyad (2006). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.

SEKILAS TENTANG KALIANDRA

SALAH satu usaha penghijauan tanah-tanah pegunungan yang gundul di Jawa Tengah adalah penanaman Calliandra. Karena mungkin belum populer. maka pada awal April lalu ini Perhutani Unit I Jawa Tengah perlu mengadakan tour ke Jawa Timur untuk mengunjungi Gunung Banyak dan desa Toyomarto di daerah Malang. Sebab di lereng Banyak, tanaman tersebut sangat baik hasilnya. Kepada pembantu TEMPO di Semarang, Humas Perhutani Jawa Tengah menjelaskan bahwa jenis tanaman calliandra ini merupakan pionir untuk memberantas tanaman liar seperti alang-alang, tembelekan, gelagah dan kirinya. Banyak mengandung bintil-bintil akar penyubur tanah (Leguminosa), cepat rimbun menutupi tanah, daunnya-mudah lapuk membentuk humus serta penanaman dan pemeliharaannya mudah. Daunnya digemari kambing, dan kayunya sebagai kayu bakar bermutu baik. Ditanam di pinggir jalan, pekarangan-pekarangan rumah, tanggul-tanggul irigasi dan pematang sawah, punya keindahan dengan bunga-bunga cantik . Asalnya dari Guatemala, datang pertama kali tahun 1936 berupa biji, nama aslinya Xilip de Qorcolorado dan kemudian diganti dengan Calliandra callothyrsus Meissen yang berbunga merah. Yang berbunga putih namanya Xilip de Hora Blancos yang datang tahun 1939 dan kemudian diganti nama dengan Calliandra tetragona B. Et. HH. Kedatangannya bukan sekedar sebagai koleksi Kebun Raya Bogor, tetapi telah dicoba penanamannya di Bogor, Cikampek, Pasirhantap, dan Sumberingin. Ir. L. Verhoef menyimpulkan bahwa kaliandra merah dapat mencapai tinggi 3--5 meter tetapi di Jawa Timur pada tahun 1970 bisa 10 meter. Di Jawa Timur disebar-luaskan di daerah Bondowoso, Jember, Malang, Pasuruan, Blitar, Kediri dan lereng Lawu. Di Balapulang Jawa Tengah Perhutani telah menyebar biji-biji kalliandra dengan pesawat terbang. Sebagai penghasil kayu bakar, ternyata melebihi hasil tanaman palawija dengan perbandingan tanaman palawija di tempat yang sama gersangnya. Di kecamatan Singosari Malang dengan penyuluhan dari Perhutani penduduk telah mau menanam kaliandra di tegalannya. Kepala Desa Toyomarto, M. Ambyah menyatakan perbandingannya dengan tanaman palawija di desanya. Kalau 1 hektar sawah dengan biaya Rp 10 ribu panenan pertama dapat 150 meter kubik, panen kedua 200 meter kubik kayu bakar yang setiap meternya laku Rp 600. Sekali tanam kaliandra tersebut terus dipetik selama 10 tahun tanpa pemeliharaan. Sedang kalau tanam palawija tidak akan dapat dan perlu tenaga pemeliharaan yang rajin. Misalnya tanaman Jagung, setahun dengan biaya sekitar Rp 25 ribu, hasilnya tidak lebih dari Rp 45 ribu, belum nanti kalau diserang hama. Dengan banyaknya tanaman kaliandra, di desanya tidak lagi ada berita rakyatnya mencuri kayu dari hutan-hutan sekitarnya. Dengan berhasilnya pengembangan tanaman kaliandra itu Direksi Perum Perhutani Jakarta telah memberikan tanda penghargaan berupa uang dan transistor kepada Kepala Desa Toyomarto serta seorang penduduk bernama Dasmi yang mula-mula mempelopori penanaman kaliandra sejak 1959 dan kemudian ditim oleh Kepala Desa tersebut. Sarjana Kehutanan Ir. Apandi Mangundikoro menekankan agar memperhatikan tanah-tanah kosong yang membentang luas di daerah-daerah aliran sungai-sungai penting. Diambil contoh sepanjang Bengawan Solo yang benar-benar sudah kritis yang selalu terlanda banjir baik yang areal hutan maupun milik rakyat yang perlu dihijaukan atau dihutankan kembali. Sebuah masalah dikemukakan. Tanah yang sudah kritis dan luas itu umumnya tidak memperoleh "cukup angin" dalam pelaksanaan penghutanan kembali (reboisasi). Dan dengan keadaan lapangan yang terjal, kwalitas tanah sudah sangat merosot, tentu saja tanaman palawija dengan sistim tumpang-sari kurang menyenangkan. Ditambah letak tanah yang terpencil jauh dari pedesaan hingga sulit memperoleh tenaga pengontrak yang diperlukan. Jadi tanah kawasan hutan yang mempunyai kondisi sama dibutuhkan jenis pohon atau tanaman yang memenuhi persyaratan tertentu yang memiliki sifat tanaman pionir, mudah ditanam, dan pemeliharaannya melindungi tanah serta lapangan secara efektif. Tiga syarat itu sementara cukup, sekalipun lebih baik lagi bila dilengkapi sifat-sifat ekonomis. Sebab ada pendapat yang mengatakan bahwa dalam hubungan dengan tujuan yang pokok dalam reboisasi, nilai ekonomi itu bukan merupakan hal yang penting, tetapi barangkali bisa ditambahkan, setidak-tidaknya sampai dicapai kondisi pulihnya kembali kesuburan tanah. Dalam hal tersebut maka fihak Perhutani sudah sejak lama menanami tanah hutannya denan pinus, kayu putih, murbei, rumput gajah. Tetapi tanah di luar kawasan hutan perlu dihijaukan dengan tanaman-tanaman lamtoro, turi dan kaliandra. Camat Parakan, Kabupaten Temaggung setelah melihat kaliandra di Malang mengatakan akan memanfaatkannya sebagai "isolasi" tanaman tembakau rakyatnya di lereng gunung Sindoro dan Sumbing, yang hampir setiap tahun hutannya terbakar. Lain halnya dengan Camat Batuwarno, akan memberi penjelasan terlebih dulu kepada rakyatnya yang banyak beternak kambing, sehingga perlu menanam kaliandra. Masalah hasil kayu bakarnya, masih fikir-fikir, mengingat sulitnya komunikasi tidak seperti di Toyomarto Malang. Meskipun demikian, para kepala Desa serta Camat yang punya daerah di pegunungan ini sama berpendapat pentingnya kaliandra guna menahan erosi serta- memelihara kesuburan tanah dan menghindari banjir besar, sehingga perlu ditanam. Puncak gunung Kelud yang meletus tahun 1965 sekarang jadi hutan kaliandra yang tingginya bisa mencapai 10 meter. Memang kaliandra bisa tumbuh di iklim basah denan curah hujan kurang lebih 1000 mm/tahun pada ketinggian 150--1500 dari permukaan laut, di segala jenis tanah terutama yang cukup zat asam. 

    

CP (Centrosema pubescens, Purple Butterfly)

Salah satu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan pepohonan dalam area revegetasi adalah pemilihan tanaman penutup (coper crop) yang sesuai dengan kondisi lahan yang ada. Tanaman penutup tanah biasanya adalah jenis kacangkacangan antara lain Centrosema pubescensCalopogonium mucunoides, Puerarai javanica atau Pologonium caeruleum (buku Teknik Budidaya Tanaman).
Centrosema pubescens atau biasa disebut Sentro berasal dari Amerika Tengah dan Selatan. Tanaman ini merupakan salah satu dari jenis legum yang paling luas penyebarannya di kawasan tropis lembab. Sentro diintroduksi ke kawasan Asia Tenggara dari kawasan tropis Amerika di abad ke 19 atau lebih awal. Bentuk bunganya yang seperti kupu-kupu sangat cantik dan khas dengan warnanya yang ungu terang.
Padang Centrosema
Saat ini Sentro telah dapat tumbuh alami di dataran-dataran rendah sampai tinggi,  merupakan salah satu jenis tanaman penutup yang sangat baik karena Sentro termasuk tanaman legum yang mudah berbunga, berbiji serta dapat dipakai sebagai tanaman campuran dengan semua jenis rumput maupun sebagai tanaman sisipan.
Centrosema pubescens sebagai salah satu tanaman cover crop yang dikembangkan di areal revegetasi lahan pasca tambang Pomalaa Project berfungsi melindungi tanah revegetasi dari pengaruh hujan dan aliran permukaan, serta banyak memproduksi biomassa dan sumber pupuk organik untuk memperkuat agregat tanah dan menyimpan ketersediaan air.
Tomat 
Kesuburan lahan yang disebabkan oleh sebaran Sentro di areal revegetasi Pomalaa Project dimanfaatkan juga untuk menanam beberapa jenis tanaman sayur-sayuran seperti tomat yang terlihat pada gambar disamping.

Sumber :  http://greenmining.wordpress.com

Tanaman Orok-orok (Crotalaria juncea) cocok sebagai pupuk hijau

Oleh : Prof.Dr.Suntoro Wongso Atmojo.MS.


 
Tanaman Crotalaria juncea di samping hasil biomasanya tinggi juga mempunyai kandungan N tinggi pula (3,01 % N). Tanaman ini cukup lunak sehingga cocok digunakan utuk sebagai pupuk hijau. Pada waktu yang lalu tanaman selalu ditanam setelah panen selesai. 
Sebenarnya penggunaan pupuk hijau ini bukan barang baru lagi, namun karena sudah banyak ditinggalkan oleh petani maka pupuk hijau ini terabaikan. Misalnya pada tahun tujuh puluhan, merupakan suatu keharusan pihak pabrik tembakau di Klaten, menanam Crotalaria juncea (orok-orok) pada setiap habis panen tembakau, bertujuan untuk mengembalikan dan memperbaiki kesuburan tanahnya. Setelah tembakau dipanen, ditanam orok-orok, setelah besar maka tanaman orok-orok ini dirobohkan dan dicampur dengan tanah saat pengolahan tanah (pembajakan) yang kemudian digenangi. Tetapi pada masa sekarang keharusan tersebut sukar dipenuhi baik oleh pihak pabrik maupun petani. Petani merasa keberatan bila sawahnya ditanami legum (orok-orok), karena dianggap tidak produktif, selama penanaman orok-orok (sekitar 1 bulan).

Sumber: http://suntoro.staff.uns.ac.id/2009/04/23/tanaman-orok-orok/