Oleh: Suhardi, A262030061/DAS, E-mail: suhardidas@yahoo.com
Abstract
Soil and water conservation by vegetation
represent crop management technology in the form of bush or tree, good
in the form of annual crop and also the crop one year and grass. This
technological often allied with soil and water conservation action in
management. Use vegetation target that is besides can of soil and water
conservation, also earn reclamation of land from damage of effect
erosion, beside own economic value especially from system agroforestry.
Vegetation can enlarge to infiltration and evapotranspiration so that
the rain which fall only a few becoming surface stream resulting erosion
and floods but will become ground water so that the availability
irrigate during the year at one particular watershed more well
guaranted. Vegetation in the form of forest crop very effective in
improving existence of river stream continually with debit 2,5 bigger
times compared to by watershed in agriculture region. Beside that,
forest also can minimize erosion till only 0,4 tons/ha/yr. Keywords :
Vegetation, Conservation, and Watershed.
A. Pendahuluan
Dalam rangka pembangunan pertanian
berkelanjutan, maka pengelolaan lahan harus menerapkan suatu teknologi
yang berwawasan konservasi. Suatu teknologi pengelolaan lahan yang dapat
mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan bilama memiliki ciri
seperti : dapat meningkatkan pendapatan petani, komoditi yang diusahakan
sesuai dengan kondisi bio fisik lahan dan dapat diterima oleh pasar,
tidak mengakibatkan degradasi lahan karena laju erosi kecil, dan
teknologi tersebut dapat diterapkan oleh masyarakat (Sinukaban, 1994).
Ada beberapa teknologi untuk merehabilitasi lahan dalam kaitannya
dengan pembangunan yang berkelanjutan (Sinukaban, 2003) yaitu :
a. Agronomi yang
meliputi teknis agronomis seperti TOT, minimum tillage, countur farming,
mulsa, pergiliran tanaman (crop rotation), pengelolaan residu tanaman,
dll.
b. Vegetatif berupa agroforestry, alley cropping, penanaman rumput.
c. Struktur/konstruksi yaitu bangunan konservasi seperti teras, tanggul, cek dam, Saluran, dll.
d. Manajemen berupa
perubahan penggunaan lahan. Tanah dengan penutup tanah yang baik berupa
vegetasi, mulsa residu tanaman akan memperkecil erosi dan run off.
Harsono (1995), lahan tertutup dengan hutan, padang rumput dapat
mengurangi erosi hingga kurang dari 1% dibandingkan dengan tanah
terbuka.
Permukaan tanah dengan penutupan yang baik dapat berdampak terhadap :
- Menyediakan cadangan air tanah
- Memperbaiki/menstabilkan struktur tanah,
- Meningkatkan kandungan hara tanah, sehingga lebih produktif
- Mempertahankan kondisi tanah dan air.
- Memperbaiki ekonomi petani.
Teknologi vegetatif (penghutanan) sering dipilih karena selain dapat
menurunkan erosi dan sedimentasi di sungai-sungai juga memiliki nilai
ekonomi (tanaman produktif) serta dapat memulihkan tata air suatu DAS
(Hamilton, et.al., 1997).
B. Apakah Vegetatif Dapat Mengkonservasi Tanah dan Air?
Teknik konservasi tanah dan air dapat dilakukan secara vegetatif
dalam bentuk pengelolaan tanaman berupa pohon atau semak, baik tanaman
tahunan maupun tanaman setahun dan rumput-rumputan. Teknologi ini sering
dipadukan dengan tindakan konservasi tanah dan air secara
pengelolaan.(Sinukaban, 2003). Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat
menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat :
- memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah,
- penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi,
- disamping itu dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang
mengakibatkan peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah
infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi.
Fungsi lain daripada vegetasi berupa tanaman kehutanan yang tak kalah
pentingnya yaitu memiliki nilai ekonomi sehingga dapat menambah
penghasilan petani (Hamilton, et.al., 1997). Baker (1956) dalam Foth
(1995), membedakan efek penutup tanah menjadi lima kategori :
- Intersepsi terhadap curah hujan
- Mengurangi kecepatan run off
- Perakaran tanaman akan memperbesar granulasi dan porositas tanah.
- Mempengaruhi aktifitas mikro organisme yang berakibat pada meninhkatkan porositas tanah.
- Transpirasi tanaman akan berpengaruh pada lengas tanah pada hari berikutnya.
Penelitian oleh Kelman (1969) dalam
Hamilton, et.al., (1997) di Mount APO Mindanau pada kemiringan 20%
mengenai erosi pada berbagai penutup tanah seperti pada Tabel 1.
Dari tabel di atas terlihat bahwa erosi
meningkat secara eksponensial dengan berkurangnya penutupan tanah.
Pengelolaan tanaman penutup tanah secara intercropping dengan tanaman
pohon dapat mengurangi erosi. Chang dan Cheng (1974) dalam Hamilton,
et.al., (1997) meneliti tentang intercropping tanaman penutup tanah
dengan citrus. Tanaman penutup tanah meliputi : Centrosema, Indegofera,
Bahia grass, Guinea grass, Summer soy bean, Rice straw mulch. Hasilnya
menunjukkan bahwa Bahia grass, Guinea grass dan Rice Straw mulch sangat
efektif sekali untuk mencegah erosi dan run off. Pengaruh berbagai
penutup tanah, praktek-praktek pengelolaan penutup tanah dan praktek
konservasi terhadap erosi pada perkebunan pisang dengan kemiringan yang
cukup di Taiwan dipelajari oleh Wang dkk (1970) dan Cang (1970). Wang
mendapatkan bahwa barier rumput atau jalur-jalur mulsa mengurangi
run-off. Tanpa adanya mulsa penutup tanah dengan indegofera atau bahia
grass adalah sangat efektif dalam mengurangi run-off dan erosi.
Florideo (1981) dalam Hamilton, et.al., (1997)mengamati bahwa
pemangkasan selektif terhadap kelebatan pohon sebesar 40 % tidak
menimbulkan erosi yang berarti. Akan tetapi penebangan hutan dimana
pohon-pohonnya ditarik keluar akan menimbulkan erosi tanah C. Bagaimana
Vegetatif Dapat Berfungsi Sebagai Konservasi Tanah dan Air? Vegetatif
dapat berfungsi dalam konservasi tanah dan air karena ia memiliki
beberapa manfaat yang mendukung terciptanya pertanian berkelanjutan.
Menurut Hamilton (1997), bahwa vegetatif memeliki beberapa manfaat yang
merupakan ciri pertanian berkelanjutan seperti konservasi, reklamasi dan
memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
1. Aspek Konservasi
Aspek konservasi berupa konservasi tanah
dan air melalui peningkatan infiltarasi, sehingga cadangan air tanah
tersedia dan dapat mencegah terjadinya erosi baik oleh air karena aliran
permukaan, maupun akibat angin dan salinasi. Menurut Mawardi (1991)
bahwa secara umum infiltarasi dipengaruhi oleh:
- intensitas hujan atau irigasi,
- kandungan lengas tanah, dan
- faktor tanah.
Faktor tanah merupakan sifat internal
tanah dan sifat lain yang dipengaruhi oleh cara pengelolaan tanah.
Pengelolaan tanah dapat mempengaruhi struktur tanah, keadaan dan bentuk
permukaan tanah serta keadaan tanaman. Penutupan tanah dengan vegetasi
dapat meningkatkan infiltrasi karena perakaran tanaman akan memperbesar
granulasi dan porositas tanah, disamping itu juga mempengaruhi aktifitas
mikroorganisme yang berakibat pada meningkatkan porositas tanah
(Harsono, 1995). Selanjutnya air masuk melalui infiltrasi tetap
tersimpan karena tertahan oleh tanaman penutup di bawahnya atau
sisa-sisa tanaman berupa daun yang sifatnya memiliki penutupan yang
rapat sehingga menekan evaporasi. Demikian halnya dengan aspek
konservasi tanah, vegetasi memiliki peranan penting karena dapat
mengurangi peranan hujan dalam proses terjadinya erosi. Menurut Harsono
(1995), bahwa proses terjadinya erosi oleh hujan sebagai berikut :
- Pelepasan butiran tanah oleh hujan.
- Transportasi oleh hujan
- Pelepasan (penggerusan/scouring) oleh run off.
- Transportasi oleh run off.
Menurut Sukirno (1995), bahwa usaha konservasi tanah pada hakekatnya
adalah pengendalian energi dari akibat tetesan hujan maupun limpasan
permukaan dalam proses terjadinya erosi. Prinsip pengendalian energi ini
dengan usaha :
- Melindungi tanah dari prediksi pukulan air hujan (erosi percik), dengan tanaman penutup tanah.
- Mengurangi kecepatan energi kinetik tetesan air hujan, dengan tanaman pelindung, atau pelindung lainnya.
- Mengurangi energi kinetik limpasan permukaan.
2. Aspek Reklamasi.
Aspek reklamasi berupa perbaikan unsur
hara dari proses dekomposisi dedaunan/serasah, sehingga dapat
meningkatkan unsur N, K. Kerusakan lahan banyak diakibatkan oleh erosi
berupa hilangnya tanah dengan kandungan bahan organik dan Nitrogen yang
sangat merugikan teristimewa terhadap tanaman bijibijian bukan
leguminosa. Penurunan Nitrogen tanah dapat diperbaiki dengan menggunaan
pupuk Nitrogen, tetapi membutuhkan biaya yang besar. Namun dengan
adanya sisa-sisa tanaman yang telah mengalami perombakan secara
ekstensif dan tanah sampai perubahan lebih lanjut yang dikenal dengan
humus dapat memperbaiki kandungan Nitrogen, Kalium, Karbon, Pospor,
Sulfur, Calsium, dan Magnesium. Secara skematis, mekanisme pembentukan
humus dalam perombakan sisa-sisa tanaman dalam tanah (Foth, 1995)
seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Mekanisme pembentukan humus.
Humus mengabsorbsi sejumlah besar air dan
menunjukkan ciricirinya untuk mengembang dan menyusut. Humus merupakan
faktor penting dalam pembentukan struktur tanah. Humus mempunyai
ciri-ciri fisik lain dan sifat fisikokimia yang menjadikan humus
merupakan unsur pokok tanah yang bernilai tinggi.
3. Aspek Ekonomi.
Dimana tanaman vegetasi penutup berupa
tanaman agroforestri yang dikembangkan memiliki kontribusi produksi yang
nyata sehingga dapat meningkatkan taraf kehidupan petani. Agroforestri
memiliki fungsi ekonomi bagi suatu masyarakat. Peran utama bagi petani
bukan hanya produksi bahan pangan melainkan juga sebagai sumber
penghasil pemasukan uang dan modal. Pendapatan petani dari system
agroforestri umumnya dapat menutupi kebutuhan sehari-hari dari hasil
panen secara teratur seperti lateks, damar, kopi, kayu manis dan
lain-lain. Selain itu juga dapat membantu menutupi pengeluaran tahunan
dari hasil panen secara musiman seperti buah-buahan, cengkeh, pala dan
lain-lain. Komoditas lainnya berupa kayu juga dapat menjadi sumber uang
cukup besar meskipun tidak tetap, dan dapat dianggap sebagai cadangan
tabungan untuk kebutuhan mendadak.
Meskipun tidak memungkinkan akumulasi
modal secara cepat dalam bentuk syste-aset yang dapat segera diuangkan,
namun diverifikasi tanaman merupakan jaminan petani terhadap ancaman
kegagalan panen salah satu jenis tanaman atau resiko perkembangan pasar
yang sulit diperkirakan. Jika terjadi kemerosotan harga suatu komoditas,
spesies ini dapat dengan mudah ditelantarkan, hingga suatu saat
pemanfaatannya kembali menguntungkan. Proses tersebut tidak menyebabkan
gangguan ekologi terhadap system ini, dan bahkan komoditas tersebut akan
tetap hidup dalam struktur kebun dan siap untuk dipanen sewaktu-waktu.
Sementara komoditas lainnya tetap akan ada yang dapat dipanen, bahkan
komoditas baru dapat diintroduksi tanpa merombak system produksi yang
ada.
D. Untuk Apa Vegetatif Dikembangkan pada Suatu DAS?
Teknologi vegetatif tepat diterapkan pada
suatu DAS dengan distribusi debit sungai yang tidak seragam. Artinya
perbedaan antara debit puncak dan aliran dasar sangat besar. Percobaan
yang pernah dilakukan di Indonesia berupa membandingkan DAS untuk
pertanian, dengan satu 25 % wilayahnya dihutankan kembali, dan yang lain
lagi 100 % dihutankan kembali dengan Pinus mercusii, Tectona gandis,
Swetenia macrophylla dan Eucalyptus alba.
Hasil dilaporkan bahwa, daerah yang
dihutankan kembali aliran sungainya secara terus-menerus dalam musim
kering yang besarnya 2,5 kali lipat dari aliran sungai yang berasal dari
DAS untuk pertanian (Hamilton, et.al., 1997). Selanjutnya Hamilton,
et.al., (1997), melaporkan pula bahwa dengan penanaman hutan
mengakibatkan volume aliran mendadak yang agak lebih rendah, penurunan
nyata dalam debit puncak, serta penundaan waktu tercapainya puncak yang
nyata.
Percobaan Pine Tree Branch yang
dilaksanakan antara tahun 1941-1960 tidak hanya menunjukkan penurunan
yang besar dalam puncak musiman tertinggi, tetapi juga penurunan dalam
pelepasan aliran puncak dari badai sebelum dan sesudah penanaman yang
sebanding yang meliputi seluruh kisaran keadaan lengas, intensitas curah
hujan dan musim (Tennesse Valley Athority, 1962 dalam Hamilton, et.al.,
1997). Sebagai contoh, waktu yang diperlukan oleh 20 dan 95 persen air
yang jatuh untuk mengalir ke luar dari daerah tampung masing-masing
menjadi lebih lama kira-kira 5-18 kali, dan penurunan debit puncak
antara 92-97 % dalam musim pertumbuhan dan 71-92 % dalam musim dorman.
Demikian halnya dengan hasil penelitian
Tsukamoto yang dilaporkan pada tahun 1981 menunjukkan bahwa di Jepang
debit puncak dari DAS yang gundul adalah 1,4 kali lebih besar daripada
DAS yang dihutankan kembali. Hutan yang tidak terganggu merupakan
penutup tanah yang baik terhadap erosi. Sedimen yang tersuspensi pada
250 juta hektar hanya terjadi sebesar 0,4 ton/ha/thn (Pauler dan Heady,
1981 dalam Hamilton, et.al., 1997). Pada hutan sekunder sedimen hanya
terjadi sebesar 1,19 ton/ha/thn. Anderson (1978), mengamati bahwa erosi
meningkat sebagai akibat hutan yang terbakar, sedimen terjadi sebesar
3,12 ton/ha/thn atau 5-8 kali daripada hutan yang tidak terganggu di DAS
Oregon USA.
E. Penutup
Pengelolaan secara vegetatif merupakan
salah satu teknologi konservasi tanah dan air dalam rangka menuju
pertanian berkelanjutan. Teknologi ini dapat memelihara kestabilan
struktur tanah melalui sistem perakaran dan penutupan lahan sehingga
dapat meningkatkan infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi, memperbaiki
hara tanah serta memiliki nilai ekonomi. Teknologi ini tepat
diterapkan pada suatu DAS dengan distribusi aliran yang memiliki
perbedaan yang cukup besar antara volume aliran puncak dan aliran dasar.
Karena dengan menghutankan suatu DAS, maka aliran sungainya secara
terus menerus dalam musim kering besarnya mencapai 2,5 kali lipat dari
aliran sungai yang berasal dari DAS yang tidak berhutan.
Hutan yang tidak terganggu merupakan
penutup tanah yang baik terhadap erosi. Sedimen yang tersuspensi pada
250 juta ha hanya terjadi sebesar 0,4 ton/ha/thn. Namun pada hutan yang
terbakar mengakibatkan erosi meningkat, demikian halnya dengan sedimen
terjadi sebesar 3,12 ton/ha/thn atau 5-8 kali daripada hutan yang tidak
terganggu.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1986. Petunjuk Pelaksanaan
Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi
tanah. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Foth, H.D., 1995. Dasar-dasar Ilmu Tanah. (Fundamentals of Soil Science). Gadjah Mada Univesity Press. Yogyakarta.
Hamilton, L.S. dan P.N.King, 1997. Daerah
Aliran Sungai Hutan Tropika (Tropical Forested Watersheds). Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Harsono, 1995. Hand Out Erosi dan Sedimentasi. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Mawardi, M., 1991. Hand Out Hidrologi
Pertanian. Program Studi Mekanisasi Pertanian Program Pasca Sarjana
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sinukaban, N. 1994. Membangun Pertanian Menjadi Lestari dengan Konservasi. Faperta IPB. Bogor.
Sinukaban, N., 2003. Bahan Kuliah Teknologi Pengelolaan DAS. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sukirno, 1995. Hand Out Teknik Konservasi
Tanah. Program Studi Teknik Pertanian Program Pasca Sarjana Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.