Gulma dan menurunnya kesuburan tanah
menjadi permasalahan utama bagi petani kopi di Sumberjaya, terutama pada
kebun-kebun kopi naungan sederhana dan kebun kopi muda. Petani harus
mengeluarkan biaya untuk pembersihan gulma dan menyediakan pupuk agar
tanahnya kembali subur. Untuk mengatasi dua masalah ini, para petani
kopi di Sumberjaya bersama World Agroforestry Centre (ICRAF) berupaya
mencari metode yang lebih menguntungkan secara ekonomi dan ekologis.
Memanfaatkan Arachis pintoi—lebih dikenal
sebagai “pintoi” di kalangan petani—kemudian menjadi pilihan bersama.
Tanaman sejenis kacang-kacangan ini diperkenalkan oleh ICRAF yang
bekerja sama dengan Balai Penelitian Tanah (BPT) Bogor, sebagai sarana
konservasi tanah sekaligus untuk menekan pertumbuhan gulma. Kedua
lembaga ini mengajak petani berdiskusi mengenai penurunan kesuburan
tanah dan pertumbuhan gulma yang terjadi di kebun kopinya.
Selanjutnya para petani diajak berkunjung
ke daerah lain yang telah mempraktikkan penanaman A. pintoi, yaitu
kebun percobaan Lembaga Penelitian Kopi serta kebun lada yang ada di
Lampung Barat. Setelah kunjungan tersebut, 50 orang petani tertarik
untuk menanam A. pintoi di kebun kopinya. Antusiasme petani ini pun
disambut ICRAF dan BPT Bogor dengan memberikan bantuan, berupa bibit A.
pintoi dan biaya perawatan.
Waktunya Pembuktian
Ada ungkapan yang menyebutkan, “petani
tidak perlu janji, tetapi perlu bukti”. Setelah menanam A. pintoi di
kebun kopinya, petani dapat melihat sendiri bahwa gulma tidak tumbuh
lagi, terutama alang-alang yang sangat sulit dibersihkan.
A. pintoi menghambat pertumbuhan
alang-alang karena penutupan permukaan tanah oleh tanaman ini
menghalangi sinar matahari yang diperlukan rimpang alang-alang untuk
tumbuh dan berkembang. Tanaman yang bisa tumbuh di tempat teduh dan
tahan terinjakinjak ini juga seringkali menang ketika bersaing dengan
gulma untuk memperoleh air dan hara. Dengan A. pintoi, selain mengurangi
risiko penggunaan herbisida, petani tak perlu lagi meluangkan waktu
atau mengeluarkan biaya untuk membersihkan gulma.
A. pintoi yang tumbuh di kebun kopi mampu
menutupi permukaan tanah sehingga tanah terjaga kelembabannya, tidak
terkikis dan terbawa aliran air ketika hujan. Tanaman ini juga menambah
unsur hara tanah melalui kemampuannya mengikat nitrogen dari udara. A.
pintoi menyediakan tempat bagi mikroorganisme pengikat fosfor, yang juga
membantu proses pelapukan daun dan batangnya. Oleh karenanya, serasah
A. pintoi merupakan sumber makanan dan tempat hidup hewan tanah yang
berguna dalam pelapukan bahan-bahan organik. Petani juga dapat
memanfaatkan A. pintoi untuk makanan ternak, seperti kambing, domba,
sapi, dan kerbau. Tanaman yang tidak dapat tumbuh tinggi (maksimal 30
cm) dan dapat diperbanyak dengan stek batang ini bisa menghasilkan
hijauan ternak yang cukup bernutrisi.
Pendapat Petani versus Hasil Penelitian
Setelah penanaman A. pintoi di kebun kopi
petani berjalan selama tiga tahun, ternyata muncul dua pendapat berbeda
di kalangan petani. Dari 50 petani yang berpartisipasi, delapan petani
tidak menerapkan lebih lanjut penanaman A. pintoi dengan alasan,
mengubah kebun kopi menjadi kebun sayur (1 petani), menjual kebunnya (3
petani), dan merasa bahwa A. pintoi menyulitkan ketika musim panen,
karena buah kopi yang jatuh di antara tanaman ini sulit ditemukan, di
samping mereka juga menginginkan kebun kopi yang benar-benar bersih dari
tanaman lain (4 petani). Sisanya, sebanyak 42 petani mengadopsi metode
ini lebih lanjut, antara lain dengan cara mengaplikasikan A. pintoi di
kebun lain miliknya, menyebarkan informasi dan manfaatnya ke petani
lain, bahkan memberikan bibit ke petani lain untuk ditanam.
Pak Baridi, salah satu petani dari Desa
Simpang Sari mengatakan, “Saya mendapatkan banyak pengetahuan dari para
peneliti yang datang ke sini, seperti pemanfaatan A. pintoi sebagai
tanaman penutup tanah. Awalnya masyarakat di Sumberjaya belum mengetahui
manfaat tanaman ini. Namun atas masukan para peneliti, beberapa dari
kami mencoba mempraktikkannya di sebuah lahan kecil. Hasilnya terbukti
bagus dan mudah dipraktikkan. Kemudian kami mencoba menerapkannya di
kebun.
Sayangnya, tidak semua petani di sini
percaya dan yakin akan manfaat tanaman tersebut karena mereka belum
mempraktikannya sendiri. Sebagian petani tertarik setelah melihat
keberhasilan kami, kemudian ikut menerapkannya di lahan mereka.”
Ternyata manfaat yang dikemukakan petani sejalan dengan hasil analisis
yang dilakukan oleh para peneliti. Hasil analisis membuktikan bahwa di
kebun kopi petani yang tidak ditanami A. pintoi terjadi kehilangan tanah
akibat erosi sebanyak 10 kali lipat dibandingkan kebun yang ditanami.
Hal ini dikarenakan akar A. pintoi dapat mencegah hanyutnya tanah oleh
air dan angin. Daun-daunnya juga mengurangi kikisan tetesan air hujan.
Bisa dibayangkan, betapa besar unsur hara yang hilang pada kebun yang
tidak ditanami A. pintoi. Seiring hilangnya unsur hara, kesuburan tanah
akan menurun dan akibatnya hasil panen pun berkurang.
Hasil Pembelajaran
Adanya perbedaan persepsi di antara
petani setelah melakukan percobaan penanaman A. pintoi memberikan
gambaran bahwa ada hal-hal yang perlu dipelajari dari proses adopsi
suatu inovasi. Dengan mengajak petani melakukan penelitian di kebunnya,
terlihat bahwa suatu inovasi akan lebih mudah diterima bila petani
mendapat bukti nyata dari hasil percobaannya sendiri. Selain itu, petani
yang mengadopsi perlu lebih diyakinkan dengan menyertakan bukti-bukti
ilmiah berdasarkan hasil penelitian mengenai manfaat inovasi yang coba
dikembangkan. Upaya ini perlu dilakukan agar mereka mengembangkan dan
menyebarkan apa yang mereka peroleh ke petani lainnya.
Di samping itu, perlu juga dilakukan
pendekatan kepada petani yang belum mengadopsi, untuk mengetahui
alasan-alasan mengapa mereka tidak mengadopsi. Subekti Rahayu, World
Agroforestry Centre (ICRAF), Jl. Cifor, Situ Gede, Sindang Barang,
Bogor, Jawa Barat Telp: 0251- 625415, Fax: 0251- 625416, E-mail:
s.rahayu@cgiar.org Referensi Mulyoutami, E, Stefanus, E, Schalenbourg,
W, Rahayu, S and Joshi, L. 2004. Pengetahuan Lokal Petani dan Inovasi
Ekologi dalam Konservasi dan Pengelolaan Tanah pada Pertanian Berbasis
Kopi di Sumberjaya, Lampung Barat, Agrivita 26:98-107, 18 MARET 2007
Sumber: http://www.worldagroforestry.org/af1/index.php?id=20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar